Namakan Dia Cinta
Kau, malam mengguman yang ragu-ragu menerka rindu.
Merekam satir dari angin yang datang, menghujam kesunyian.
Terlihat kepul uap hantarkan hangat.
"Kopi hitamku tak pernah sepahit ini sebelumnya", batinku.
Senyummu tiba-tiba muncul dari dalam cangkir.
Menari, menggoda lalu pergi entah kemana.
Entah apa yang kutunggu,
waktu seakan gugup menggilas kenangan.
Namun begitu tegas mengungkit luka.
Aku mengira-ngira apakah rasa sudah pantas kuterima,
sementara luka masih telanjang menganga didepan mata.
Isyaratmu pasti, namun kau hanya mengakrabi berandaku.
Sedangkan aku takut jika kau bertamu.
Tak apa teruslah begitu,
aku hanya belum usai menata hatiku.
Atau,
maukah kau membantuku?
Menata kembali bersama.
Setelah sebelumnya,
prahara tak mampu kucegah memporak-porandakan semesta hatiku.
Terimakasih telah datang,
sekiranya betah tinggallah lebih lama.
Bila tidak, jangan kau biarkan aku terbiasa akan keramahanmu.
Mungkin nanti akan kuhidangkan sesuatu
untuk pelengkap teman kopi kita, ambil dan peluklah.
Bila sudi,
namakan dia cinta.
Comments
Post a Comment